Dari jaman kuliah, saya sering bercerita kepada teman – teman saya tentang dunia online, mulai dari startup – startup di luar negri, sejarah Google, Facebook, eBay, Digg, Flickr dll sampai dengan situs – situs lokal. Saya bercerita tentang Detikcom, dan beberapa situs “startup” dari Indonesia (kala itu). Tapi saya tidak pernah bercerita tentang Kaskus. Tidak ada orang dalam Kaskus, atau eks orang dalam Kaskus yang saya kenal kala itu, saya tidak punya informasi lebih jauh. Kala itu kebanyakan dari teman – teman saya cuma mendengarkan sambil lalu, beberapa cukup antusias (maklum kampus saya bukan kampus IT, isinya para calon engineer).
Kosakata di Kaskus memang sudah familiar dengan saya sejak tahun pertama masa kuliah saya. Sebutan Agan, Cendol, Repsol, dll cukup familiar, walaupun hampir tidak pernah saya gunakan, karena saya bukan kaskuser. Tapi tidak dengan FJB (Forum Jual Beli – Kaskus). Saya malah baru sadar keberadaan FJB sekitar tahun 2006.
Ketika saya mengisi sebuah sesi diskusi dengan mahasiswa informatika, di sebuah kampus di Jogja, saya bahkan tidak pernah menyebut Kaskus. Mereka yang sering saya sebut : Detik, Politikana, PortalHR, Penonton.com, DagDigDug, Asia Blogging Network, Cerpenista, dll.
Tapi lihat dan dengarkan sekarang. Tiga dari teman – teman kuliah saya yang bukan penggiat dunia online itu sekarang bekerja di Jakarta. Dan ternyata sudah pernah berbelanja di Kaskus. Dan anda tahu apa yang mereka beli? Ketiganya membeli sepeda motor di FJB ! Wow, saya cukup kaget mengetahui bahwa mereka ternyata sangat percaya dengan forum terbesar di Indonesia ini.
Itu masih untuk jual beli barang. Yang lebih terasa adalah faktor kultural. Di tempat saya dulu bekerja, saya dan teman – teman kantor bisa menyebut satu sama lain dengan panggilan standar : lu, gue. Tapi belakangan bergeser jadi : agan, ane, hingga sekarang. Saya tadi bertemu salah satu teman saya itu, dan tanpa sadar masih menggunakan : ane, agan. Uniknya, ini berlangsung di depan salah satu petinggi Kaskus.
Ok, mungkin ada yang berpendapat karena kami sama – sama aktif di jagad online, wajar kultur itu terbawa. Tapi, eitss.. nanti dulu. Barusan saya chatting dengan seorang teman lama. Dulu saya kenal teman saya ini di Jogja, waktu cewek ini masih duduk di kelas 2 SMA. Sedangkan saya waktu itu sudah berada di ujung tanduk (baca: semester akhir).
Saya sudah cukup lama tidak kontak dengan cewek satu ini. Tadi, via YM, chit – chat berlangsung kesana kemari dengan gaya bahasa yang berganti – ganti, hingga sampai di gaya bahasa Kaskus, dan sejak itu tidak berganti lagi. Ajaib! Seakan – akan tanpa sadar kami mengamini bahwa gaya bahasa ini yang paling cocok. Walaupun dia bukan tipikal penggiat dunia online seperti saya. (Yes, even girl speak Kaskus now..)
Saya dan teman – teman kuliah saya dulu itu (yang sekarang sudah menjadi engineer beneran), juga sama. Waktu kami main billiard, satu sama lain menggunakan gaya bahasa Kaskus. Yang entah mengapa membuat hawa permainan menjadi lebih menarik.
“Gan.., ane mau masukin bola sembilan gak bisa tuh gan. Mungkin bawah ane bisa gan..”
Di Facebook pun saat mengisi komentar di profil teman, seringkali keluar gaya bahasa Kaskus ini. Hanya kebetulan? Atau memang kultur dari Kaskus ini sudah mewabah dimana – mana (dalam arti positif)?
DEWA aja bikin lagu buat Kaskuser :
Agankuu.. Kumohon.. Tetap disini..
Temaniii.. Hot trit ku.., yang baru naik..
*kriukk..*
No comments:
Post a Comment