Thursday, October 7, 2010

Konsumsi Rokok di Asia Meningkat

Shutter Stock
Ilustrasi

SYDNEY, KOMPAS - Konsumsi rokok di kawasan Asia, yang sebagian besar negara berkembang, terus naik. Sekitar 60 persen dari konsumsi rokok global ada di kawasan Asia Pasifik. Di dunia diperkirakan terdapat sekitar 1,2 miliar perokok. Demikian terungkap pada hari kedua Asia Pacific Conference on Tobacco or Health atau APACT di Sydney, Australia, Rabu (6/10).
Pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Sydney, Prof Simon Chapman, mengatakan, ada mitos-mitos di sekitar konsumsi tembakau, di antaranya ancaman pada kesehatan yang dipandang sebelah mata.
Dia melihat hal ini sebagai ironi, mengingat sebagian negara di Asia Pasifik merupakan negara berkembang. Biaya kesehatan yang dikeluarkan akan membebani negara-negara tersebut.
Persoalan lain yang menghambat pengendalian tembakau ialah kekhawatiran akan dampak ekonomi yang terjadi apabila konsumsi tembakau dikurangi.
”Pengalaman di sejumlah negara yang melakukan pengendalian terhadap konsumsi rokok tidak demikian,” ujar Chapman. Uang yang tidak digunakan untuk konsumsi rokok ternyata dapat dibelikan komoditas lain yang juga akan menggerakkan perekonomian dan sektor lain.
Butuh waktu lama
Chapman menambahkan, butuh waktu lama untuk mengubah kebiasaan merokok. Australia, misalnya, perlu waktu sekitar 50 tahun untuk mengurangi prevalensi merokok dari 60-70 persen menjadi 16 persen tahun ini.
”Hanya sekitar 3 persen perokok dapat berhenti segera, tetapi lebih dari 90 persen butuh waktu cukup lama untuk melakukannya,” ujar Chapman.
Penasihat Kebijakan Senior Southeast Asia Tobacco Control Alliance Mary Assunta, PhD mengatakan, beberapa negara di Asia cukup serius berupaya mengendalikan tembakau dan telah menyadari pentingnya melindungi kesehatan masyarakat.
Di Asia Tenggara, prevalensi merokok terendah ialah Singapura dan Hongkong. Thailand berupaya mengendalikan melalui berbagai ketentuan terkait iklan, penjualan, dan ruang-ruang merokok. Namun, masih ada kendala di sejumlah negara, seperti penegakan hukum, pengendalian merokok yang setengah-setengah, dan pengawasan yang kurang.
Pada hari pertama terungkap, ada 40 negara menggunakan peringatan bergambar di permukaan kemasan rokok tentang bahaya merokok. Di Indonesia, peringatan bahaya merokok baru berupa teks berhuruf kecil.
Peringatan itu, antara lain, gambar kanker paru, kanker tenggorokan, kanker mulut, dan bayi prematur. ”Gambar yang paling ditakuti adalah gambar paru-paru yang terkena kanker. Gambar harus tetap variatif agar pesannya tidak dilupakan masyarakat,” ujar Chief Executive Officer Cancer Council Australia sekaligus Clinical Professor di Sydney Medical School Ian Olver. (INE dari Sydney)

No comments:

Post a Comment